Acara yang di hadiri sejumlah Ketua Partai dan Wartawan tersebut berlangsung khidmat di Aula Bawaslu Nagan Raya.
Muhammad Arbi, Ketua Bawaslu Nagan Raya menyampaikan, Money politic yang secara tegas terlarang seakan menjadi bagian dari rutinitas yang wajar dan ‘normal’ jika musim Pemilu tiba.
"Budaya tersebut telah mengakar kuat di tengah proses demokrasi yang saat ini sedang berjalan, demi tercapainya kehidupan berdemokrasi yang sehat dan berkualitas," ucap Arbi saat membuka acara tersebut.
Kiranya, kita semua telah berulang kali menyaksikan para calon dan timsesnya “bagi-bagi amplop” saat kampanye, dan sudah berulang kali pula kita saksikan berita kecurangan politik uang yang ditindak Bawaslu, lanjut Muhammad Arbi
Terlihat, turut dihadiri Dr. Muklir, S.Sos.,SH.,M.AP, Ketua Bawaslu Aceh Periode 2013–2018 Povinsi Aceh yang merupakan pegiat pemilu sekaligus sebagai Narasumber di acara tersebut.
Menurut Doktor Muklir, pemilu menjadi momentum tepat bagi kita untuk turut serta mempertahankan atau mengganti sirkulasi roda pemerintahan ke arah yang lebih berkualitas.
"Namun pada aspek lainnya, momen Pemilu menjadi momen yang dinantikan secara khusus oleh ‘sebagian’ masyarakat. Hampir sama gairahnya seperti saat menyambut ‘lebaran’ tiba, yakni bergairah menantikan santunan dan tunjangan hari raya,"ungkap Dr Muklir.
Lebih lanjut, Doktor Muklir juga menjelaskan, pada konteks Pemilu, santunan tersebut adalah berasal dari para calon ataupun kandidat yang berkompetisi dalam Pemilu, yang dalam istilahnya disebut “money politic” (politik uang).
Antusiasme ini hampir serupa seperti saat orang-orang menantikan santunan dan tunjangan menjelang lebaran.
Bedanya, santunan dan tunjangan lebaran itu dibolehkan karena bukan bersifat suap, sedangkan money politic jelas terlarang karena mengandung suap dan urgensi demi meraih massa dan suara secara ‘curang’ pada saat momen pencoblosan tiba, lanjutnya kembali.
"Tentu, praktik money politic ini telah mencederai semangat kejujuran dalam berdemokrasi," sambung Doktor Muklir Akademisi pentolan Universitas Malikussaleh.
Kita semua tahu bahwa pemilihan umum adalah arena perebutan kekuasaan politik. Politik itu sendiri erat kaitannya dengan uang dan jabatan. Maka tidak salah jika seseorang memaknai bahwa politik adalah sarana untuk mencapai puncak kekuasaan.
Padahal, kekuasaan adalah sarana untuk kesejahteraan rakyat. Namun, dalam praktiknya tidak sepenuhnya demikian. Banyak politisi yang terjerat ambisi dan kepentingan diri sendiri yang hanya mementingkan diri sendiri dan kerabatnya. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Menurutnya praktik politik uang sulit ditegakkan jika lebih banyak pihak yang tidak menegakkan aturan tersebut, Kalau lebih banyak yang tidak menegakkan dibanding yang menegakkan, dimanapun tidak akan tegak, pungkas Muklir.
"Terakhir, ada dua hal tingkat pemahaman yang harus disampaikan kepada masyarakat mengenai politik uang, Pertama berupa uang dan yang kedua berupa barang yang bisa mempengaruhi pilihan. Kita berharap masyarakat memiliki kesadaran bukan sekadar tahu tapi bisa menolak politik uang," tutupnya
(Lukman)
Posting Komentar